Jumat, 24 Februari 2012

Happy Cooking !! Part 3

Again and Again… Because My Brother
Aku terus memanggil nama Oppa. Tak lama aku mendengar pintu terkunci. Aku segera berlari menuju pintu. “Hey… buka… buka pintunya…” teriakku meminta tolong. Tak ada seorang pun yg menanggapiku. Akupun memberanikan masuk lebih dalam dengan berjalan mundur dan “Aaaaa…” teriakku kaget saat menabrak seorang namja. “Hah Jeongmin…” ucapku. “Sedang apa kau di sini?” tanyaku padanya. Jeongmin berbalik bertanya padaku “Lalu, kau?”. Aku terdiam sejenak. “Aku terjebak di sini. Gyu Ri dan lainnya mengunciku di sini” lanjutku. “Pintu dikunci?” tanya Jeongmin kaget. “Ne…” jawabku. Jeongmin menundukkan kepalanya dan berkata “Terpaksa kita menunggu di sini hingga besok pagi”. “Mwo? Tapi... Aaaaa” ucapku terhenti saat lampu perpustakaan mati. Aku menundukan kepala lalu menangis. “Sudahlah. Kau tidak sendiri” ucapnya sambil mendekat padaku.
Aku mengeluarkan handphoneku dari tas dan mencoba menghubungi Oppa Chun ji. “Oppa… Oppa… Angkat teleponnya” gumamku menunggu jawaban dari Oppa Chun ji.
Aku terus menghubungi Chun Ji hingga handphoneku mati. Tapi, tak ada jawaban darinya. “Oppa… aku takut” gumamku pelan. Jeongmin mendengar ucapanku. “Sudahlah… Jangan takut, aku di sini” ucapnya.
Suhu yg lembab membuatku terus bersin “Haccih… Haccih”. “Kau kenapa?” tanya Jeongmin. “Sebenarnya, aku alergi dg suhu yg lembab dan debu” jawabku “Haccih…”. Jeongmin memberikan jaketnya padaku. “Pakai ini dan istirahatlah…” ucapnya. Tak berapa lama, tak sengaja aku tertidur dipundaknya.
          < HAPPY COOKING >
“Ri rin… Hwang Ri rin. Bangunlah, sudah pagi” ucapnya membangunkan tidurku dan tersadar aku tidur di pundaknya “Mian, Mianhae…”. “Anieyo. Gwenchanayo” jawabnya.
Tak lama, aku mendengar suara pintu terbuka. “Hey. Sedang apa kalian di sini?” tegur penjaga perpustakaan. “Mian. Semalam kami terjebak di sini dan kami sudah mencoba untuk mencari pertolongan akan tetapi tidak ada tanggapan” ucap Jeongmin. “Oh… Cepatlah pulang” perintahnya.
Saat aku berdiri, kepalaku terasa pusing dan hampir saja jatuh. “Ri rin… apa kau baik-baik saja?" tanya Jeongmin. “Gaja… aku akan mengantarkanmu pulang” lanjutnya.
Jeongmin mengantarku pulang.
Tok Tok Tok!!! Jeongmin mengetuk pintu rumah. Oppa Chun ji membukakan pintu dan terkejut saat melihatku diantar oleh Jeongmin. “Ri rin. Kemana saja kau? Lalu, siapa dia?” tanya Chun ji. “Mian… bukankah kau pacarnya Ri rin?” tanya Jeongmin pada Chun ji. “Nanti aku jelaskan. Masuklah dulu” perintah Chun ji. Jeongmin mengantarku ke kamar. “Oppa…” panggilku. “Ye…” jawab Chun Ji. “Semalam aku terus menghubungimu tapi kau tidak menjawab” keluhku. “Mwo? Mianhae… Handphoneku ketinggalan di rumah” jawabnya.
Jeongmin semakin heran dengan hubunganku dan Oppa Chun ji. “Ah… Gomawo…” ucap Chun ji terpotong karena tak tahu namanya. “Jeongmin” jawab Jeongmin. “Ah ne… Gomawo telah menjaga adikku” Lanjut Chun ji. “Adik?” gumam Jeongmin pelan. “Mian, pasti kau heran. Sebenarnya kami adik-kakak. Hanya saja, aku meminta Ri rin untuk bilang bahwa aku pacarnya pada teman-teman. Karena, aku ingin membuat teman-temannya tidak mengganggu Ri rin lagi” ujar Oppa Chun ji. Jeongmin mengalihkan pandangannya padaku sejenak. “Tolong. Berpura-puralah tidak tahu. Dan jika aku sedang tak bersamanya. Aku titipkan Ri rin padamu” lanjut Chun ji lalu pergi meninggalkan Jeongmin. Jeongmin mendekatiku “Tenanglah…” gumam Jeongmin pelan lalu pergi dari kamarku dan berpamitan pada Chun ji.
Beberapa jam kemudian…
“Appa… Appa…”panggilku mengigau. “Oppa… Oppa…”. Oppa Chun ji datang menghampiriku. “Ri rin… Kau kenapa?” tanya Chunji. “Ash…” teriakku terbangun dari tidur dengan napas terengah-engah. “Oppa…” panggilku lalu memeluk Oppa Chun ji. “Aku bertemu dengan Appa dan Oppa ikut bersamanya meninggalkan aku dan Eomma. Oppa, jangan pergi” keluhku sambil menangis kecil. “Anieyo… Oppa tidak akan meninggalkanmu, Oppa sangat sayang padamu” ujarnya menenangkanku. “Gaja… Kita makan dulu” ajak Oppa.
“Waw… Sejak kapan Oppa bisa masak?” ejekku pada Chun ji sambil menyenggolnya. “Yaaa… Kau mengejekku? Walau aku tidak belajar di sekolah masak, tapi Oppa jago buat masak ini” jawabnya kesal. “Mianhae, Oppa” bujukku sambil terus menyenggolnya lalu Oppa Chun ji terjatuh. “Ash…” Chun ji kesal. Aku hanya tersenyum menertawakannya.
“Oppa… Kita ke Bioskop, yuk!” bujukku sambil makan. “Kapan?” tanya Chun ji dengan mulut penuh makananan. “Sekarang” jawabku. Oppa Chun ji tersedak. “Sekarang? Besok sajalah, Oppa sangat lelah” jawabnya lalu minum. “Ah Oppa…” Aku mengerutkan dahiku lalu pergi ke kamar dan mengunci pintu.
“Ri rin… Hwang Ri rin…” bujuk Oppa sambil mengetuk pintu. “Aku sedang menangis, Oppa” teriakku. “Mwo? Menangis saja bilang pada Oppa” ujarnya mengejekku. “Oppa…” teriakku kencang. “Ne… Kita pergi ke Bioskop. Tapi, buka dulu pintunya” ujar Chun ji. Aku membukakan pintu. “Begitu saja menangis, pantas saja tidak ada namja yg ingin bersamamu” ejeknya kembali. Aku menutup pintu dan Chun ji menahannya. “Ne… Mianhae… Bersiaplah, kita pergi sekarang”
>>> Bioskop
“Tunggu sebentar” ucap Chun ji. “Apa lagi, Oppa?” tanyaku kesal. “Tunggu, aku mengajak seseorang untuk ikut menonton bersama kita” jawab Chun ji sambil melihat ke segala arah, “Tunggu sebentar…” lanjutnya.
“Annyeong…” sapa seorang namja dari belakang. “Jeongmin” gumamku pelan terkejut. “Mian, kalian yg mengajakku tapi aku yg datang telat. Mianhae” ujar Jeongmin. “Anieyo. Gwenchana” jawab Chun ji. “Gaja…” ajakku sambil menarik tangan Oppa Chun ji. Jeongmin mengikuti dari belakang.
Oppa Chun ji membelikan tiket Movie Horor. “Yaaa… Oppa, kenapa ini?” keluhku cemberut. “Hanya ini yg tersisa. Oppa sudah bilang besok saja tapi kau ingin sekarang” jawab Chun ji. Aku menundukkan kepalaku. “Jangan menangis lagi, malu” tegur Chun ji memojokkanku. Jeongmin hanya tersenyum.
Aku duduk di samping Jeongmin karena Oppa Chun ji tidak ingin duduk di sampingku. “Oppa…” keluhku. “Apa lagi? Sudahlah tidak aka nada apa-apa” jawab Chun ji. “Ne…”
Aku tertenduk tak berani melihat. “Kau kenapa?” tanya Jeongmin. “Jangan pikirkan dia biarkan dia agar berani” ejek Oppa Chun ji.
Sesekali aku memberanikan untuk menonton dan tepat pada saat hantunya muncul. “Aaaa…” teriakku dan refleks berlindung pada Jeongmin. “Pabbo…” ucap Chun ji mengejekku lagi. Aku menangis di pundak Jeongmin hingga berakhir.
Aku terus memeluk tangan Chun ji. “Menangis lagi… Ash, kalau begini teman-temanmu akan terus mengejekmu” ucap Chun ji. Jeongmin hanya tersenyum.
Tak lama, kita bertemu dengan Gyu Ri dkk. “Yaaa… sedang apa kalian? Apa kalian menonton bersama?” tanya Gyu Ri. “Ne… Kita baru saja selesai menonton” jawab Jeongmin. Mereka terus melihatku yg tidak melepaskan tangan Oppa Chun ji. “Kau kenapa?” tanya Nam Shi. “Dia hanya mengantuk. Kalau begitu kita pamit pulang lebih dulu” jawab Chun ji. Jeongmin mengangguk dan tersenyum. “Yaaa… beruntung sekali, yeoja seperti dia mendapatkan namja yg sangat sempurna seperti itu…” gumam Nam Shi pelan. “Ey…” tegur Gyu Ri lalu tersenyum pada Jeongmin. “Mian. Sepertinya aku juga harus pulang” ujar Jeongmin berpamitan lalu pergi meninggalkan mereka.
“Jeongmin…” teriap Chun ji memanggil Jeongmin saat melewati Jeongmin. Jeongmin melambaikan tangannya dan menunduk.
Jeongmal pabboya. Menangis dan menangis lagi. Untung saja, teman-temanmu itu tidak melihat sedang menangis. Jika mereka tahu, semua rencana gagal” ucap Chunji terus berbicara. “Berhenti…” teriakku dan Chun ji menghentikkan mobil. “Wae?”. “Aku lelah mendengar semua kata-katamu. Kau bukan Oppaku yg dulu” jawabku lalu keluar dari mobil. Chun ji mengikutiku. “Mian… Mianhae…” ucapnya sambil memelukku. “Sekarang apa maumu?” lanjutnya. “Antarkan aku ke Appa” pintaku. Chun ji mengikuti permintaanku untuk pergi ke makam Appa.
“Appa, kami datang…” ucapku saat datang. “Appa, Oppa jahat padaku” lanjutku. “Anieyo, Appa. Dia saja yg cengeng” jawabnya sambil menyenggolku. “Appa. Mian, kita tidak bisa lama-lama karena hari mulai gelap. Bye…” ucapku lalu pergi.
>>> Rumah
“Annyeong…” sapa Eomma yg ternyata sudah pulang. “Yaaa… Ri rin, kau sangat cantik. Kenapa tidak sejak dulu kau begini. Siapa yg membuatmu begini?” tanya Eomma. Aku melihat ke arah Oppa Chun ji. “Aaa… Oppa yg melakukannya? Baguslah… Tapi, mengapa wajahmu di tekuk seperti itu?” lanjutnya. “Biasa Eomma. Sikap manjanya datang lagi” ejek Chun ji. “Aaaa… Oppa” teriakku sambil memukulnya. “Ash. Tidak boleh seperti itu pada Oppamu. Tandanya dia sayang padamu. Sudah jangan bertengkar, Eomma tidak pernah melihat kalian begini” ucapnya lalu pergi ke dapur dan aku masuk ke kamar.
Tak lama, Eomma memanggil “Ri rin… Chun ji… Makan dulu”. “Ne…” jawabku.
“Waw… Menu baru?” tanya Chun ji. “Ne… Eomma ingin pendapat kalian. Jika masakan ini enak, Eomma akan tambahkan ke dalam daftar menu restaurant” jawab Eomma sambil memberikan sendok dan garpu. Aku dan Oppa Chun ji segera menikmatinya. “Enak sekali…” ucapku memuji menu baru Eomma dg mulut penuh makanan. “Mwo? Baguslah… Hati-hati tersedak” jawab Eomma sambil menyodorkan minuman.
Kami menghabiskan makanannya. “Kenyang sekali…” gumam Chun ji sambil memegang perutnya. “Perut jelek begitu dielus” ejekku. “Enak saja” elaknya lalu bergaya mengangkat kedua tangannya. “Jelek” teriakku lalu berlari ke kamar dan mengunci pintu. “Yaaa…” teriak Chun ji. Eomma tertawa melihatku dengan Chun ji.
< HAPPY COOKING >

TO BE CONTINUED…
Bagaimana hari esok???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar